Yusuf Jabung

Mengabsahkan Kebohongan



Al Kisah, Abu Nawas berjalan di tengah pasar, sambil melihat ke dalam topinya, lalu tersenyum bahagia. Orang-orang pun heran, lalu bertanya;

“Wahai saudaraku Abu Nawas apa gerangan yang engkau lihat ke dalam topimu yang membuatmu tersenyum bahagia?”

“Aku sedang melihat surga yang dihiasi barisan bidadari.” Kata Abu Nawas dengan ekspresi meyakinkan.

“Coba aku lihat?” Kata salah seorang yang penasaran melihat tingkah Abu Nawas.

“Tapi saya tidak yakin kamu bisa melihat seperti apa yang saya lihat.” Kata Abu Nawas.

“Mengapa?” Tanya orang-orang di sekitar Abu Nawas yang serempak, karena sama-sama semakin penasaran.

“Karena hanya orang beriman dan sholeh saja, yang bisa melihat surga dengan bidadarinya di topi ini.” Kata Abu Nawas meyakinkan.

Salah seorang mendekat, lalu berkata; “Coba aku lihat.”

“Silahkan” kata Abu Nawas”

Orang itu pun bersegera melihat ke dalam topi, lalu sejenak menatap ke arah Abu Nawas, kemudian menengok ke orang di sekelilingnya.

“Benar kamu, Aku melihat surga di topi ini dan juga bidadari. Subhanallah!” Kata orang itu berteriak.

Orang-orang pun heboh ingin menyaksikan surga dan bidadari di dalam topi Abu Nawas, tetapi Abu Nawas mewanti-wanti, bahwa hanya orang beriman yang bisa melihatnya, tetapi tidak bagi yang kafir.

Dari sekian banyak yang melihat ke dalam topi, banyak yang mengaku melihat surga dan bidadari tetapi ada beberapa di antaranya yang tidak melihat sama sekali, dan berkesimpulan Abu Nawas telah berbohong. Mereka pun melaporkan Abu Nawas ke Raja, dengan tuduhan telah menebarkan kebohongan di tengah masyarakat.

Akhirnya, Abu Nawas dipanggil menghadap Raja untuk diadili.

“Benarkah di dalam topimu bisa terlihat surga dengan bidadarinya?”

“Benar paduka Raja, tetapi hanya orang beriman dan sholeh saja yang bisa melihatnya. Sementara yang tidak bisa melihatnya, berarti dia belum beriman dan masih kafir. Kalau paduka Raja mau menyaksikannya sendiri, silahkan..” Kata Abu Nawas.

“Baiklah, kalau begitu saya mau menyaksikannya sendiri.” Kata Raja. Tentu, Raja tidak melihat surga apalagi bidadari di dalam Topi Abu Nawas. Tapi Raja lalu berpikir, kalau ia mengatakan tidak melihat surga dan bidadari, berarti ia termasuk tidak beriman.

Akibatnya bisa merusak reputasinya sebagai Raja. Maka, Raja itu pun berteriak girang: “Engkau benar Abu Nawas aku menyaksikan surga dan bidadari di dalam topimu.

Rakyat yang menyaksikan reaksi Rajanya itu, lalu diam seribu bahasa dan tak ada lagi yang berani membantah Abu Nawas. Mereka takut berbeda dengan Raja, karena khawatir dianggap dan di cap kafir atau belum beriman.

Akhirnya, konspirasi kebohongan yang ditebar oleh Abu Nawas, mendapat legitimasi dari Raja. Boleh jadi, dalam hati, Abu Nawas tertawa sinis sambil bergumam; beginilah akibatnya kalau ketakutan sudah menenggelamkan kejujuran, maka kebohongan pun akan merajalela.

Ketika keberanian lenyap dan ketakutan telah menenggelamkan kejujuran, maka kebohongan akan melenggang kangkung sebagai sesuatu yang “benar.”

Ketakutan untuk berbicara jujur, juga karena faktor gengsi. Gengsi dianggap belum beriman, atau dengan alibi/alasan lainnya. Padahal, label gengsi itu hanyalah rekayasa opini publik yang dipenuh kebohongan.

Kepercayaan diri sebagai pribadi yang mandiri untuk berkomitmen pada kebenaran berdasarkan prinsip kejujuran, telah dirontokkan oleh kekhawatiran label status yang sesungguhnya sangat subyektif dan semu. Kecerdikan konspirasi (kebohongan) opini publik Abu Nawas, telah menumbangkan kebenaran dan kejujuran.

Akhirnya, kecerdasan tanpa kejujuran dan keberanian, takluk di bawah kecerdikan yang dilakonkan dengan penuh keberanian dan kepercayaan diri meski pun itu adalah kebohongan yang nyata.

Kasus legitimasi kebohongan versi Abu Nawas, bisa saja telah terjadi disekitar kita. Tentu, dengan aneka versinya.

Selamat istirahat..☕☕✍🤭😃

Uniknya Muslim Indonesia

1. Meskipun 88% penduduk Indonesia beragama Islam dan merupakan negara Muslim terbesar di seluruh jagat, Indonesia tidak menggunakan hukum Islam, Indonesia masih menggunakan hukum buatan Belanda hingga kini. Muslim di Indonesia dikenal dengan sifatnya yang moderat yang mungkin terjadi akibat asimilasi budaya nasional dengan agama Islam.

2. Walaupun Nabi Muhammad menunaikan Haji hanya 2 kali, rakyat Indonesia banyak yang sudah menunaikannya lebih dari 2 kali.

3. Kepercayaan yang berkembang pada kebanyakan Muslim di Indonesia yaitu berfikir bahwa mereka hanya akan masuk neraka sebentar (di celup-celup di neraka sesuai kadar dosanya), namun hal itu dengan tegas dibantah oleh Al-qur'an yaitu ,   Al Baqarah:80 ﴿ Dan mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja". Katakanlah: "Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan memungkiri janji-Nya, ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?" Al Baqarah:81 ﴿ (Bukan demikian), yang benar: barangsiapa berbuat dosa dan ia telah diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.  Al Baqarah:82 ﴿ Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. Hal inilah yang menjadikan kebanyakan muslim di Indonesia terlena akan dosa, karena mereka berfikir tidak akan kekal di dalam neraka. 

4. Secara garis besar, Islam di Indonesia dibagi dalam dua kubu besar yaitu Islam NU dan Islam Muhammadiyah. Diantara keduanya kadang terdapat perbedaan yang sangat mencolok dalam tata beribadah (ritual) keagamaan. Ketika di teliti lebih dalam, masih akan banyak ditemukan golongan-golongan didalam Islam, dan mereka bangga akan golongan mereka masing-masing. Celakanya lagi mereka melakukan kekerasan atas nama Islam.

5. Hanya ada satu propinsi yang menggunakan Hukum Islam dalam praktek kehidupan sehari-hari yaitu Aceh. Namun dalam prakteknya, tidak seluruh Hukum Islam yang digunakan karena masih bercampur baur dengan hukum adat dan hukum RI. Sangat bertolak belakang dengan apa yang dicontohkan Rosululloh yang menggunakan Hukum Islam diseluruh aspek kehidupan. Muslim di Indonesia menganggap Islam sama dengan agama-agama lain yang hanya mengatur aspek-aspek ritual saja (Sholat, zakat, puasa,  nikah, haji), dan tak punya aturan dalam kehidupan masyarakat, padahal Islam adalah tuntunan dalam bidang sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, pertahanan, politik dan pemerintahan.

6. Jumlah masyarakat indonesia yang diduga terlibat dalam jaringan teroris mencapai 1,8 juta orang atau dua persen dari total penduduk Indonesia yaitu 204 juta jiwa . Kebanyakan teroris tersebut membawa panji Islam.

7. Muslim di Indonesia  rela terlibat dalam aktivitas riba bunga bank, pergaulan bebas dan perzinaan, judi,  minuman keras, narkotika, suap-menyuap dan lain-lain. Remajanya lebih merasa jumawa bila menjadi Artis dibandingkan Ilmuwan. Wah generasi Islam kita, generasi yang membahayakan kelangsungan Islam di Bumi Indonesia.

8. Muslim di Indonesia merasa tak ada masalah jika meminta-minta ditengah jalan untuk pembangunan masjid. Masih banyak cara yang bisa dilakukan untuk mendapatkan dana. Tapi itulah yang menjadi realita Islam di Indonesia.

9. Aliran sesat di Indonesia dalam rentang waktu selama 6 tahun (2001 – 2006) sebanyak 250 aliran.

10.  Muslim di Indonesia seringkali dijemput kematian  melalui kemiskinan. Seringkali para Muslimin mati karena berebut antri sembako atau mati karena kekurangan pangan di negeri yang katanya kaya raya ini. Ironi? tentu. Jika Muslim di Indonesia benar-benar melaksanakan perintah Alloh, Rasulullah serta Kitabnya, secara logika, Indonesia adalah negara termaju dalam segala hal di dunia. Realitanya? Bandingkan dengan negara-negara komunis yang tidak beragama!

11. Dengan jumlah Muslim sebesar 88 %, Bagaimana kondisi di sekitar anda? Apakah anda merasa aman? Setiap hari berita kejahatan tidak pernah absen muncul di koran dan televisi. Perampokan, penodongan, pembunuhan, perkelaian, perang gank motor, perang antara satpol PP dan masyarakat dan anrkisme lainnya. Pernahkah anda bertanya dalam hati, apakah orang Islam yang melakukannya? Ya, tentu, lihat nama pelakunya, kebanyakan dari bernamakan orang Islam

12. Kehidupan keberagaman agama di Indonesia terancam dikarenakan masing masing pihak mengaku agama  mereka yang terbaik. Bandingkan di jaman nabi Muhammad, mereka hidup damai dan tenteram dibawah pemerintahan Islam. Nabi Muhammad memberikan keleluasaan mereka yang beragama non Islam untuk tetap dapat beribadah meskipun harus tunduk kepada pemerintahan Islam. Bandingkan dengan saat ini, walaupun katanya hidup dialam Bhineka Tunggal Ika, tapi banyak kasus yang dialami oleh minoritas, seperti tidak di ijinkan memiliki tempat ibadah, kerusuhan antar umat beragama dan  masih banyak yang lainnya. Ternyata memiliki Bhineka Tunggal Ika pun belum merupakan jaminan bagi seluruh masyarakat untuk dapat melakukan peribadatan.

13. Menentukan awal puasa dan lebaran merupakan hal yang sulit di Indonesia, bahkan ada yang perbedaan waktunya sampai dengan 2 hari. Masing pihak mempunyai perhitungan sendiri.  Hal ini tidak mungkin akan terjadi jika Indonesia menggunakan 2 kalender, Kalender masehi dan kalender Hijriah. What do you think?

Renungan di Penghujung Ramadhan

Ramadhan Hampir Berlalu
Ramadhan hampir meninggalkan kita dan tiada tersisadaripadanya melainkan sedikit saja Berbahagialah orang-orang yang telah berbuatkebaikan dan menutupnya dengan sempurna. Adapun orang-orang yang telahmenyia-nyiakannya maka berusahalah untuk menutupnya dengan kebaikan pula,karena yang dinilai dari amal adalah penutupnya.


Hati orang-orang yang bertakwa selalu merasakan kerinduan kepada bulan Ramadhan inidan merasakan kepedihan yang sangat apabila harus berpisah darinya. Bagaimanamungkin seorang mukmin tidak menangis ketika berpisah dengannya, padahal diatidak mengetahui apakah bisa bertemu lagi dengannya atau tidak?, apakah masihada umur untuk kembali bertemu dengannya?.

Salafush Shaleh Pada AkhirRamadhan
Allah–subahanahu wa ta'ala memuji orang-orang yang melakukan ketaatan kepadaNyadalam firmanNya: "Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hatikarena takut akan (azab) Tuhan mereka, Dan orang-orang yang beriman denganayat-ayat Tuhan mereka, Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhanmereka (sesuatu apapun), Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah merekaberikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya merekaakan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapatkebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya." (QS. Al-Mukminuun: 57-61).

Ibunda'Aisyah –radhiallahu anha berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah –sallallahu'alaihi wa 'ala alihi wasallam tentang ayat ini, aku berkata: Apakah merekaadalah orang-orang yang meminum khamr, berzina dan mencuri? Beliau–sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam menjawab: "Tidak, wahai puteriAsh-Shiddiq! Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang berpuasa, shalat danbersedekah dan mereka takut amal mereka tidak diterima (Allah –subahanahu wata'ala). Mereka itulah orang-orang yang bersegera untuk mendapatkebaikan-kebaikan." (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad).

Para salafush shaleh bersungguh-sungguh dalam memperbaikidan menyempurnakan amal mereka kemudian setelah itu mereka memperhatikandikabulkannya amal tersebut oleh Allah –subahanahu wa ta'ala dan takut daripadaditolaknya.

SahabatAli –radhiallahu 'anhu berkata: "Mereka lebih memperhatikan dikabulkannya amaldaripada amal itu sendiri. Tidakkah kamu mendengar Allah –subahanahu wa ta'alaberfirman: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (mengabulkan)dari orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Maa'idah:27).

Dari Fadhalah bin 'Ubaid –rahimahullah berkata: Sekiranya akumengetahui bahwa amalku ada yang dikabulkan sekecil biji sawi, hal itu lebihaku sukai daripada dunia seisinya, karena Allah –subahanahu wa ta'alaberfirman: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (mengabulkan)dari orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Maa'idah:27).

BerkataMalik bin Dinar –rahimahullah: Takut akan tidak dikabulkannya amal adalah lebihberat dari amal itu sendiri.

Berkata Abdul Aziz bin Abi Rawwaad –rahimahullah: Aku menjumpaimereka (salafush shaleh) bersungguh-sungguh dalam beramal, apabila telahmengerjakannya mereka ditimpa kegelisahan apakah amal mereka dikabulkan ataukahtidak?

Berkata sebagian salaf –rahimahumullah: Mereka (para salafush shaleh)berdoa kepada Allah–subahanahu wa ta'ala selama enam bulan agardipertemukan bulan Ramadhan, kemudian mereka berdoa kepada Allah –subahanahu wata'ala selama enam bulan agar amal mereka dikabulkan.

Umarbin Abdul Aziz –rahimahullah keluar pada hari raya Iedul Fitri dan berkatadalam khutbahnya: Wahai manusia! Sesungguhnya kamu telah berpuasa karena Allah–subahanahu wa ta'ala selama tiga puluh hari, dan kamu shalat (tarawih) selamatiga puluh hari pula, dan hari ini kamu keluar untuk meminta kepada Allah–subahanahu wa ta'ala agar dikabulkan amalmu.

Sebagiansalaf tampak bersedih ketika hari raya Iedul Fitri, lalu dikatakan kepadanya:Ini adalah hari kesenangan dan kegembiraan. Dia menjawab: Kamu benar, akantetapi aku adalah seorang hamba yang diperintah oleh Tuhanku untuk beramalkarenaNya, dan aku tidak tahu apakah Dia mengabulkan amalku atau tidak?.

Bagaimana Agar Amal Dikabulkan?
Allah –subahanahu wa ta'ala tidakakan menerima suatu amalan kecuali ada padanya dua syarat, yaitu: Ikhlas karenaAllah –subahanahu wa ta'ala semata dan mutaba'atus sunnah atau mengikuti sunnahRasulullah –sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam.

Allah –subahanahu wa ta'alaberfirman : "(Allah) Yang menjadikan matidan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baikamalnya." (QS. Al-Mulk:2)

Al-Fudhail bin 'Iyad –rahimahullahmengatakan bahwa yang dimaksud ayat tersebut dengan yang lebih baik amalnyaadalah yang ikhlas karena Allah –subahanahu wa ta'ala semata dan mengikutisunnah Rasulullah –sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam.

Ikhlas Dalam Beramal
Ikhlas adalah mendekatkan diri kepadaAllah –subahanahu wa ta'ala dengan melakukan ketaatan dan membersihkan niat danhati dari segala yang mengotorinya. Ikhlas adalah beramal karena Allah–subahanahu wa ta'ala semata dan membersihkan hati dan niat dari yang selainAllah –subahanahu wa ta'ala.

Ikhlas adalah amalan yang beratkarena hawa nafsu tidak mendapatkan bagian sedikitpun, namun kita harus selalumelatih diri kita sehingga menjadi mudah dan terbiasa untuk ikhlas.

Rasulullah –sallallahu 'alaihi wa'ala alihi wasallam bersabda: "Allah tidak akan menerima amalan kecuali yangikhlas dan hanya mengharapkan wajahNya." (HR. An-Nasa'i dengan sanad hasan).

Seorang hamba tidak akan bisaselamat dari godaan syaitan kecuali orang-orang yang ikhlas saja, sebagaimafirman Allah –subahanahu wa ta'ala yang mengkisahkan tentang iblis: "Iblismenjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akanmenyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hambaMu yang mukhlis di antaramereka." (QS. Shaad:82-83).

Orang yang ikhlas adalah orang yangberamal karena Allah –subahanahu wa ta'ala semata dan mengharapkan kebahagiaanabadi di kampung akhirat, hatinya bersih dari niat-niat lain yang mengotorinya.

Berkata Ya'kub -rahimahullah: "Orangyang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan kebaikannya sebagaimana iamenyembunyikan keburukannya."

Orang yang tidak ikhlas adalah orangyang melakukan amalan akhirat untuk mencari dunia seperti, ingin mendapatkanharta, kedudukan, jabatan, pangkat, kehormatan, pujian, riya' dll.

Orang yang tidak ikhlas adalah orangyang rugi karena hari kiamat kelak mereka tidak mendapatkan apa-apa dari amalanmereka selama di dunia, bahkan Allah –subahanahu wa ta'ala murka kepada merekadan memberikan hukuman yang setimpal, "Dan(jelaslah) bagi mereka akibat buruk dari apa yang telah mereka perbuat danmereka diliputi oleh pembalasan yang mereka dahulu selalumemperolok-olokkannya."(QS. Az-Zumar: 48) . "Dan kami hadapi segalaamal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yangberterbangan." (QS. Al-Furqaan:23)

Beramal Sesuai Sunnah / Mutaba'atus Sunnah
Mutaba'ah adalah melakukan amalanyang sesuai sunnah Rasulullah –sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam karenasetiap amalan ibadah yang tidak dicontohkan Rasulullah –sallallahu 'alaihi wa'ala alihi wasallam pasti ditolak dan tidak diterima oleh Allah –subahanahu wata'ala. Jadi semua ibadah yang kita kerjakan harus ada contoh, ajaran danperintah dari Rasulullah –sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam dan kitadilarang melakukan suatu amal ibadah yang tidak ada contoh, ajaran dan perintahdari Rasulullah –sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam.

Rasulullah –sallallahu 'alaihi wa'ala alihi wasallam bersabda: "Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidakada ajarannya dari kami maka amalnya tertolak." (HR. Bukhari dan Muslim).

Beliau–sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam bersabda pula: "Barangsiapamengadakan perkara baru dalam agama kami yang tidak ada ajarannya maka diatertolak." (HR. Bukhari dan Muslim).

Berkata Ibnu Rajab –rahimahullah:"Hadis ini adalah salah satu prinsip agung (ushul) dari prinsip-prinsip Islamdan merupakan parameter amal perbuatan yang lahir (terlihat), sebagaimana hadis"Innamal a'maalu binniyyaat..." (Hadis tentang niat), adalah merupakan parameteramal perbuatan yang batin (tidak terlihat). Sebagaimana seluruh amal perbuatanyang tidak dimaksudkan untuk mencari keridhaan Allah –subahanahu wa ta'ala makapelakunya tidak mendapatkan pahala, maka demikian pula halnya segala amalperbuatan yang tidak atas dasar perintah Allah –subahanahu wa ta'ala dan RasulNya–sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam juga tertolak dari pelakunya. Siapasaja yang menciptakan hal-hal baru dalam agama yang tidak diizinkan oleh Allah–subahanahu wa ta'ala dan RasulNya –sallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wasallam,maka bukanlah termasuk perkara agama sedikitpun."

Beliau berkatapula: "Makna hadis (diatas adalah): bahwa barangsiapa amal perbuatannya keluardari syari'at dan tidak terikat dengannya, maka tertolak."

Berkata IbnuDaqiq Al-'Ied –rahimahullah: "Hadis ini adalah salah satu kaidah agung darikaidah-kaidah agama dan ia merupakan jawami'ul kalim (kata-kata yang singkatnamun padat) yang diberikan kepada Al-Musthafa –sallallahu 'alaihi wa 'alaalihi wasallam, karena sesungguhnya ia (hadis ini) dengan jelas merupakanpenolakan semua bid'ah dan segala yang dibuat-buat (dalam perkara agama)."

Allah –subahanahu wa ta'alaberfirman: "Katakanlah –wahaiRasulullah-: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, pastiAllah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu." (QS. Ali 'Imran: 31).

Allah –subahanahu wa ta'alaberfirman: "Apa yang diberikan Rasulkepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu makatinggalkanlah." (QS.Al-Hasyr: 7).

Rasulullah –sallallahu 'alaihi wa'ala alihi wasallam bersabda: "Hati-hatilah kalian dari perkara-perkara barudalam agama, karena semua perkara baru (bid'ah) dalan agama adalah tersesat."(HR. Imam Ahmad, Abu Dawud dll). [Abdullah Shaleh Hadrami/ASH]

Ketika Allah SWT menghendaki kebaikan pada hamba-Nya.

Apakah Allah menghendaki kebaikan pada diri Anda? Inilah jawaban Ibnu Qoyyim Al Jauziyyah!
Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menuturkan dalam kitabnya yang indah, Al-Wabilush Shayyib:

فمن أراد الله به خيرا فتح له باب الذل والانكسار ودوام اللجأ إلى الله تعالى والافتقار إليه ورؤية عيوب نفسه وجهلها وعدوانها ومشاهدة فضل ربه وإحسانه ورحمته وجوده وبره وغناه وحمده. فالعارف سائر إلى الله تعالى بين هذين الجناحين لا يمكنه أن يسير إلا بهما فمتى فاته واحد منهما فهو كالطير الذي فقد أحد جناحيه.

“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya, maka Allah akan bukakan untuknya pintu perendahan diri, perasaan tidak berdaya, selalu bersandar hatinya kepada Allah Ta’ala dan terus-menerus merasa butuh kepada-Nya. Ia memeriksa aib-aib dirinya, kebodohan yang ada padanya dan kezalimannya. Di samping itu, ia menyaksikan dan menyadari betapa luas karunia, ihsan, rahmat, kedermawanan, dan kebaikan Rabbnya serta kekayaan dan keterpujian diri-Nya. Oleh karena itu, orang yang benar-benar mengenal (Allah) akan meniti jalannya menuju kepada Allah di antara kedua sayap (sikap) ini. Dia tidak mungkin meniti jalan hidupnya (dengan baik) kecuali dengan keduanya. Ketika salah satu dari kedua belah sayap itu hilang, maka dia bagaikan seekor burung yang kehilangan salah satu sayapnya”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan,

العارف يسير إلى الله بين مشاهدة المنة ومطالعة عيب النفس والعمل

“Orang yang mengenal Allah adalah orang yang berjalan menuju kepada Allah dengan mengingat-ingat karunia Allah (musyahadatul minnah) dan memeriksa aib diri dan amalnya (muthola’atu ‘aibin nafsi wal ‘amal).”

Dan ini adalah makna sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits shahih dari Syaddad (dan Buraidah) Radhiyallahu Ta’ala ‘anhuma,

سَيِّدُ الْاِسْتِغْفارِ أَنْ يَقُوْلَ الْعَبْدُ: اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ ، لَا إِلٰـهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمتِكَ عَلَيَّ ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ ،إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ

“Sesungguhnya Istighfâr yang paling baik adalah seseorang hamba mengucapkan:

اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ، لَا إِلٰـهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ ، أَبُوْءُ لَكَ
بِنِعْمتِكَ عَلَيَّ ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ ، فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ

Allâh, Engkau adalah Rabbku, tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau. Engkaulah yang menciptakan aku, dan aku adalah hamba-Mu. Aku berada dalam perjanjian dengan-Mu dan janji dari-Mu, sesuai dengan kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatanku, aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku kepada-Mu, maka ampunilah aku. Karena tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau”.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggabungkan di dalam sabda beliau:

أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمتِكَ عَلَيّ ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ

“Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku kepada-Mu,” antara(sikap) senantiasa mengingat-ingat karunia Allah (musyahadatul minnah) dan (sikap) selalu memeriksa aib diri dan amalnya (muthola’atu ‘aibin nafsi wal ‘amal).

Hasil dari dua sikap: musyahadatul minnah dan muthola’atu ‘aibin nafsi wal ‘amal dalam perjalanan hamba menuju kepada Allah

Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan,

فمشاهدة المنة توجب له المحبة والحمد والشكر لولي النعم والإحسان ومطالعة عيب النفس والعمل توجب له الذل والانكسار والافتقار والتوبة في كل وقت وأن لا يرى نفسه إلا مفلسا

“Bagi seorang hamba, musyahadatul minnah4 itu pastilah menghasilkan cinta, pujian, syukur kepada Sang Pemilik nikmat, dan ihsan. Adapun muthola’atu ‘aibin nafsi wal ‘amal pastilah menghasilkan baginya perendahan diri, perasaan tidak berdaya, merasa butuh kepada-Nya, dan taubat di setiap waktu serta tidaklah ia melihat dirinya kecuali tidak memiliki apapun..

Ayoo Raih Cintanya Allah dengan syarat yang telah dijelaskan tadi,,
Insya Allah.. kita Dekat Erat Dekap Rahmat Mardhatillah..

Sumber : Status  Facebook Abiwiezna Al Aufa Hamdani dan google
Diberdayakan oleh Blogger.