Yusuf Jabung

Tingkatan Keyakinan

Seberapa yakinkah kita dengan agama yang kita anut. Apakah kita beragama cuma ikutan/taklid saja kepada keluarga atau ulama? Dan ibadah yang selama ini kita kerjakan apakah itu sekedar memenuhi kewajiban (gugur kewajiban) ataukah dilandasi ketulusan dan kecintaan kepada Allah? Nah, pada umumnya seseorang yang beragama didasarkan atas salah satu dari 3 keyakinan berikut ini :
1. ‘Ilmul Yaqin
2. ‘Ainul Yaqin
3. Haqqul Yaqin (Isbatul Yaqin)

1. ‘Ilmul Yaqin
Ini adalah tingkatan terendah dari suatu keyakinan beragama. Misal seseorang mendapat pengetahuan dari si A yang mengatakan bahwa di negeri Cina terdapat tembok raksasa, padahal si A tidak pernah ke negeri Cina. Jadi pengetahuan yang didapat dari si A hanyalah pada tataran teori belaka.
Seseorang yang beragama pada tingkat ini hanyalah yakin karena “kata orang”. Maka ia pun akhirnya menerima saja apa yang dikatakan oleh orang orang tanpa melakukan penyelidikan atau mendalami secara sungguh-sungguh agamanya sendiri.

Jika agamanya sendiri tidak pernah dikaji lalu bagaimana mau mempelajari agama orang lain? Yang terjadi kemudian adalah sikap memusuhi agama diluar dirinya. Merasa diri paling benar sehingga mengkafirkan yang lain.

Menyalah-nyalahkan ajaran agama orang lain seakan-akan dirinya adalah orang yang paling benar.
Orang pada tataran ilmu yaqin ini biasanya mudah diprovokasi dan dihasut contohnya ya teroris seperti Noordin M Top, Dr.Azhari dan para pelaku bom bunuh diri yang membunuh orang-orang yang tidak bersalah. Teroris seperti mereka selalu memahami jihad dengan berperang. Kalo tidak berperang serasa kurang afdhol. Lebih suka mati medan berperang ketimbang mati di meja belajar. Padahal ketika meledakkan diri, mereka tidak sedang diserang malah justru menyerang orang yang tidak bersalah. Orang yang seperti inilah yang menghancurkan nama baik Islam sebagai agama yang mengajarkan kedamaian. Mereka jelas bukan orang Islam melainkan orang kafir karena melakukan kerusakan di muka bumi.

Nah, bagi mereka yang masih pada tahap ilmul yaqin, sholat lima waktu yang dikerjakan masih sulit untuk khusyu’ karena hanya gerak fisik belaka (sholat raga). Ibarat orang yang sedang menghormat dan berbicara kepada raja tapi rajanya tidak ada di depannya. Ini yang disebut menyembah adam sarpin (kekosongan). Ibarat menyumpit burung tapi burungnya tidak ada, yang disumpit adalah kekosongan. Sholat seperti ini sia-sia karena tidak mampu menghadirkan zikir didalamnya. Padahal sholat itu haruslah dapat menghadirkan zikir sebagaimana yang diperintahkan Allah :
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, Maka sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk berzikir kepadaKu. (Q.S Thaahaa (20) : 14)

Mengapa sholatnya seseorang harus mampu menghadirkan zikir? Sebab dengan zikir akan hadir ketenangan, kedamaian dalam batin dan pikiran kita. Kalau batin dan pikiran sudah tenang maka hawa nafsu bisa dikendalikan. Dirinya akan mampu melihat mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk. Sholat yang mampu menghadirikan zikir inilah yang akan mampu mencegah manusia dari berbuat keji dan mungkar :
Dan sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. (Q.S Al Ankabuut (29) : 45)

Bagi mereka yang tidak mampu menghadirkan zikir ketika sholatnya maka sholatnya tidak akan mampu mencegah diri mereka dari berbuat keji dan mungkar. Sholatnya tidak salah! Tapi orang yang mengerjakannya yang lalai.
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya (Q.S Al Maa’un (107) : 4-5)

Tidaklah heran jika kita sering melihat orang rajin sholat, punya pengetahuan agama yang luas tapi malah jadi tersangka kasus korupsi. Kerjanya sih di Departemen Agama tapi malah tempat kerjanya dijadikan lahan korupsi. Inilah tandanya orang yang melalaikan sholat. Rajin ibadah ritual tapi masih suka KKN, dengki, suka bergunjing, memfitnah, dan melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Inilah ibadah yang sia-sia karena cuma berolahraga saja dan tidak menghujam ke dalam batin.

2. ‘Ainul Yaqin
Tahapan ini lebih tinggi dari yang ‘ainul yaqin. Misal seseorang diberitahu oleh si A bahwa di negeri Cina terdapat tembok raksasa. Dan ternyata si A pernah ke Cina melihat tembok raksasa. Jadi pada tahapan ini seseorang mendapat pengajaran dari si A yang pernah mengalami atau praktek. Si A bukan hanya tahu secara teori tapi ia telah membuktikannya dengan pergi ke negeri Cina.

Dalam kaitannya dengan agama, orang yang berada pada tingkatan ini adalah orang yang sedang “mencari Tuhan”. Pencariannya meliputi penelitian melalui buku-buku, bertanya kepada orang-orang mengenai masalah Ketuhanan/spiritual dan orang yang ditanya pun tidak hanya pandai berteori namun sudah mempraktekannya juga.

Sholatnya orang yang telah mencapai tahap ini tentu akan lebih baik lagi karena akan mampu menghadirkan zikir dalam sholatnya sehingga dapat mencegahnya dari berbuat keji dan mungkar.
Namun demikian bagi kita yang telah mencapai tahap ‘ainul yaqin jangan puas dulu. Perjalanan belum selesai bung! kita harus terus meningkatkan keyakinan kita sampai kita tahapan yang nyata dan terbukti. Kita harus pergi ke negeri Cina untuk menyaksikan tembok raksasa tersebut agar haqqul yaqin.

Mereka yang telah mencapai tahap ‘ainul yaqin seringkali terjebak berpuas diri dengan keyakinan atau pengetahuan yang dimilikinya. Mereka merasa cukup puas mengerjakan rukun iman dan rukun Islam tanpa berusaha mencapai makrifat kepada Allah. Sebagian dari mereka sering berceramah tentang keutamaan mendapat lailatul qadr tapi mereka sendiri tidak pernah mendapat atau mengalami pengalaman lailatul qadr. Sering juga berceramah Isra Mikraj tapi tidak pernah mengalami Isra Mikraj. Kita ternyata cuma bisa kebanyakan berceramah (teori) tanpa bisa membuktikan ceramahnya. Padahal di Al Quran kita telah di ingatkan agar jangan cepat berpuas diri :
Katakanlah : “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang amat rugi perbuatannya?” Yaitu orang yang sia-sia perbuatannya ketika hidup di dunia sedang mereka mengira bahwa mereka melakukan perbuatan yang baik (Q.S Al Kahfi (18) : 103-104)

3. Haqqul Yaqin (Isbatul Yaqin)
Inilah tahapan keyakinan yang tertinggi. Dalam hal ini kita bukan hanya mendengar cerita saja bahwa di negeri Cina ada tembok raksasa, namun kita mengalaminya sendiri dengan pergi ke negeri Cina. Kalau sudah ke negeri Cina dan melihat sendiri tembok tersebut tentu keyakinannya sangat kuat sekali. Inilah kebenaran yang haq (nyata) dan terbukti (isbat).

Dalam kaitannya dengan keyakinan beragama, orang yang telah mendapat haqqul yaqin adalah orang yang telah mencapai makrifat kepada Allah. Orang yang telah bermakrifat berarti ia mengenal Af’al-Nya, Asma-Nya, Sifat-Nya dan Dzat-Nya. Ia akan mendapat ilmu langsung dari sisi-Nya (ladunni).
Perihal ilmu laduni ini telah disampaikan juga melalui Al Quran :
Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. (Q.S Al Kahfi (18) : 65)
Dan bertakwalah kepada Allah niscaya Dia akan mengajarimu. (Q.S Al Baqarah (2) : 282)
Manusia yang telah mendapat ilmu laduni berarti telah mendapatkan kebenaran yang Haq. Tidak ada keraguan sama sekali. Mereka pun telah mencapai Mikraj, bertemu dengan Allah. Bagi mereka, Isra Mikraj adalah peristiwa spiritual yang langsung dialaminya sendiri bukan teori belaka.

Lho… bukankah Isra Mikraj itu hanya untuk Nabi Muhammad saja? Nah doktrin seperti inilah yang telah banyak memasung pemikiran umat Islam. Pendapat ulama dijadikan taklid, harga mati yang tidak bisa dirubah. Padahal pendapat ulama itu hanya untuk dijadikan referensi saja. Ibarat makanan, jangan ditelan mentah-mentah. Kunyahlah dulu. Untuk itu, carilah guru atau ulama sebanyak-banyaknya. Jangan hanya cari ulama yang levelnya “SD” tapi cari juga ulama yang levelnya “SMP” , “SMA”, “S1” dan seterusnya. Jangan hanya belajar dari ulama yang sering muncul di televisi saja tapi belajarlah juga ulama lain yang lebih tinggi ilmunya. Ulama ini tidak muncul kepermukaan karena tidak mau menjadi selebritis. Mereka harus dicari!. Kalau kita hanya belajar dari ulama level SD ya pengetahuan kita tidak akan pernah berkembang. Bagai katak dalam tempurung. Merasa cukup dengan ilmu yang dimiliki dan yang ditingkatkan pun hanya ibadah ritual saja. Padahal ilmu Allah itu teramat sangat luas dan ini justru menjadi tantangan umat Islam abad modern untuk terus mengkaji Al Quran sesuai perkembangan jaman.

Kalau kita taklid kepada pendapat seorang ulama, memangnya ketika kita mati, ulama tersebut mau bertanggung jawab kepada kita? Nah karena tiap manusia itu sendirian ketika meninggal maka manusia itu sendiri yang harus menentukan jalan hidupnya. Segala pendapat atau tafsiran hendaknya hanya dijadikan referensi saja. Termasuk postingan yang anda baca inipun hanya bersifat referensi untuk mendekati kebenaran.

Kitalah nantinya yang akan menemukan kebenaran itu sendiri setelah diberi petunjuk Tuhan –tentu kita juga harus meminta petunjuk-Nya terlebih dahulu. Saya tidak mengatakan pendapat saya di postingan ini adalah yang paling benar. Sekali lagi tidak! Karena kebenaran hanyalah milik Allah semata. Dan saya tidak mau ikut-ikutan sebagian orang Islam yang mengatasnamakan kebenaran dari Tuhan lalu dengan seenaknya mengatakan orang lain sesat, kafir bahkan melakukan tindak kekerasaan kepada orang lain yang tidak sependapat/sealiran dengan mereka. Sesat adalah menyimpang dari kebenaran dan yang empunya kebenaran adalah Allah. Jadi Allah-lah yang memiliki otoritas penuh untuk menentukan sesat atau tidaknya seseorang. Simak ayat berikut ini :
Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertaqwa. (Q.S An Najm (53) : 32)
Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang orang yang mendapat petunjuk (Q.S Al An’aam (6) : 117)

Sumber : diditpinasthika.wordpress.com

KONSEP IBADAH DALAM ISLAM (Materi Taklim Risma Baiturrahman 17 September 2016)

1.   PENGERTIAN IBADAH
Ibadah diambil dari bahasa Arab  yang artinya adalah menyembah. Konsep ibadah memiliki makna yang  luas yang meliputi seluruh aspek kehidupan baik sosial, politik maupun budaya. Ibadah merupakan karakteristik utama dalam sebuah agama, karena pusatnya ajaran agama terletak pada pengabdian seorang hamba  pada Tuhannya. Allah SWT dengan jelas dalam surah An Nisa : 36 menyatakan :
“sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh dan teman sejawat, Ibnu sabil”
Berbicara tentang ibadah berarti membahas  mengenai posisi  di antara  dua di mana yang satu kedudukannya lebih tinggi dari yang lain seperti hubungan antara seorang majikan dan budaknya. Seorang budak tidak memiliki kekuatan lain kecuali hanya tunduk dan patuh pada perintah majikannya. Seorang budak tentu didasari oleh kesadarannya sebagai hamba yang lemah dan tak berdaya. Oleh karena itu kesadaran ibadah bersifat fitriah, karena manusia menyadari akan kekurangan dan kelemahan dirinya, sehingga ia membutuhkan kekuatan lain yang dapat memberikan  bantuan dan pertolongan. Kecendrungan ini disebutkan oleh Allah di dalam  Al Quran  surah Adz Dzariat : 56,
 
“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
 
Ayat ini menjelaskan tentang kecendrungan fitrah manusia untuk beribadah. Tidak  mungkin ada makhluk yang keluar dari kecendrungannya sebagai hamba, namun kecendrungan ini jika tidak diiringi oleh wahyu maka ketundukan manusia sebagai bentuk penghambaan diri pada yang mutlak menjadi pembelengguan   diri manusia, sehingga  manusia jatuh ke dalam derajat yang hina.
 
Ibadah pada asalnya mengandung pengertian rasa hina terhadap yang dipuja. Karena itu  “barangsiapa yang tunduk tetapi ia tidak mencintainya , maka ia bukanlah seorang pengabdi, demikian pula sebaliknya, jika seseorang mencintai tetapi tidak mentaatinya tidak pula ia dikatakan sebagai pengabdi.”
 
B.   TUJUAN IBADAH
 
Ibadah adalah wujud pengabdian seorang hamba pada Tuhan-Nya yang  didasari sikap ikhlas dan  pasrah diri.  Dengan demikian tujuan ibadah tidak lain adalah mendapat Keridhaan Allah SWT semata. Oleh  karena itu, hambanya yang menjalankan  ibadah dengan ikhlas dia akan merasakan dirinya akan selalu dekat dengan Tuhannya, sehingga ibadah  dapat menjadi sarana taqarub ilallah atau  pendekatan diri pada Allah. Melalui jalan taqarub ilallah  Allah,  maka kita baru bisa menyerap sifat sifat ALLAH yang mulia, sehingga mampu melahirkan seorang hamba yang shaleh.
 
“ dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh.”
 
Allah SWT menyatakan bahwa dunia ini akan dihuni oleh hamba-hambaku yang sholeh . ayat ini menunjukan bahwa fungsi agama memebrika pencerahan dan kesdaran tentang makna dan arti hidup, sehingga manusia dapat menyadari tujuan hidupnya dan mampu menjalanksn fungsinya sebagai hamba yang soleh.dengan demikian Ibadah tidak hanya sarana menciptakan kesalahen individu tetapi juga bagaimana ibadah melahirkan hamba-hamba yang shaleh yang memberi kebaikan dan manfaat bagi orang lain.
C.   JENIS IBADAH
 
Ibadah  terdiri dari 2 jenis  meliputi ibadah mahdoh dan ibadah ghairoh mahdoh.
a.    Ibadah Mahdoh
Ibadah mahdoh adalah ibadah yang dilakukan dalam rangka menjalin hubungan yang baik antara hamba dan Allah SWT.  Kaidah  ibadah mahdoh menyatakan bahwa seluruh ibadah pada asalnya boleh kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Pada jenis ibadah ini diharamkan melakukan  kreativitas  karena   ibadah ini  hanya Allah yang memiliki otoritas penuh dalam memberikan perintah dan mengatur tata caranya. Manusia tidak punya pilihan lain kecuali tunduk dan patuh pada ketetapan hukum yang telah diatur secara terperinci.
b.    Ibadah Ghairo Mahdoh
Sedangkan  ibadah gairo mahdoh adalah ibadah yang dilakukan dalam hubungan antara manusia dengan manusia lainnya. Maka pengertian ibadah ini berlakunya kaidah muamalah yang menyatakan bahwa seluruh ibadah muamalah pada asalnya boleh kecuali ada dalil yang mengharamkannya dengan cemikian dalam masalah ibadah ini terbuka peluang akal untuk melakukan kreativitas dalam menetapkan suatu hukum. Amal ibadah ghairah mahdhoh ini yang memiliki korelasi langsung antara amal shaleh dalam bermuamalah  dengan keimanan seorang . Keimanan yang kuat tentu mendorong manusia untuk bergairah melaksanakan perintah-Nya.
 
MENINGKATKAN KUALITAS IBADAH
 
Allah menerima ibadah kita bukan dilihat dari segi kuantitas atau jumlahnya, namun Allah melihat ibadah seseorang dari segi kualitasnya.
 
Untuk membangun kualitas ibadah yang benar, maka harus dimulai dari dua hal yaitu cinta yang sempurna dan ketundukan dan kepatuhan yang sempurna. Kecintaan yang sempurna harus dilandasi dengan niat yang ikhlas tanpa mengharapkan apa-apa kecuali keridhaan Allah semata. Kecintaan kepada Allah harus di atas segala cinta yang lainnya, dengan demikian tidak ada sesuatu pun yang menjadi tempat kita bergantung kecuali kepada Allah SWT. Bukti cinta kepada Allah tercermin dalam ajaran Tauhid, yaitu larangan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, baik itu yang mengandung syirik kecil maupun syirik besar.
 
Sementara ketundukan yang sempurna yaitu menjalankan ibadah harus mengikuti seluruh perintah Allah dan menjauhi larangannya. Menurut para ulama, Allah memiliki hak atas hamba-Nya, sebaliknya hamba memiliki hak atas Tuhan. Hak Allah atas hambanya yaitu Allah memiliki hak untuk disembah dengan jalan melaksanakan segala perintah-Nya. Perintah apapun yang kepada hamba tanpa menambah atau mengurangi sedikit pun.
 
Kualitas ibadah seseorang dapat dilihat dari beberapa faktor yaitu dari segi sumbernya dan dari segi pelaksanaannya.
 
Dilihat dari segi sumbernya ibadah merupakan sebuah kegiatan ritual yang bersumber langsung dari Al Quran dan Hadits. Khususnya pelaksanaan ibadah khas, ibadah ini sudah diatur mekanismenya atau tata caranya secara terperinci.
 
Sementara itu ibadah dilihat dari segi pelaksanaannya, maka landasan utama dalam islam adalah masalah keimanan.
 
 
D.  HUBUNGAN ANTARA IBADAH DAN AKHLAK
 
Ibadah akan memiliki nilai dan makna  ketika pelaksanaan ibadah seseorang dapat mempengaruhi prilaku  kehidupan sehari-hari. Akhlak manusia pada hakikatnya  dapat menjadi ukuran seberapa jauh kedekatan seorang hamba dengan Tuhan-Nya. Tidak mungkin seorang hamba bisa menyerap Sifat-sifat Tuhan yang mulia jika manusia merasa jauh dari Tuhan-Nya. Akhlak dalam islam merupakan salah satu bukti kekuatan iman seseorang yang direalisasikan dalam wujud amal saleh. Oleh karena itu seluruh ajaran agama islam pada hakekatnya bertujuan melakukan pembinaan akhlak.

Bedanya Ungkapan Thayyibah "Subhanallah" Dengan "Masya Allah"


Ungkapan dzikir atau kalimah thayyibah “Subhanallah” sering tertukar dengan ungkapan “Masya Allah”. Ucapkan “Masya Allah” kalau kita merasa kagum. Ucapkan “Subhanallah” jika melihat keburukan.

Selama ini kaum Muslim sering “salah kaprah” dalam mengucapkan Subhanallah (Mahasuci Allah), tertukar dengan ungkapan Masya Allah (Itu terjadi atas kehendak Allah). Kalau kita takjub, kagum, atau mendengar hal baik dan melihat hal indah, biasanya kita mengatakan Subhanallah. Padahal, seharusnya kita mengucapkan Masya Allah yang bermakna “Hal itu terjadi atas kehendak Allah”.

Ungkapan Subhanallah tepatnya digunakan untuk mengungkapkan “ketidaksetujuan atas sesuatu”. Misalnya, begitu mendengar ada keburukan, kejahatan, atau kemaksiatan, kita katakan Subhanallah (Mahasuci Allah dari keburukan demikian).


Ucapan Masya Allah

Masya Allah artinya “Allah telah berkehendak akan hal itu”. Ungkapan kekaguman kepada Allah dan ciptaan-Nya yang indah lagi baik. Menyatakan “semua itu terjadi atas kehendak Allah”.

Masya Allah diucapkan bila seseorang melihat hal yang baik dan indah. Ekspresi penghargaan sekaligus pengingat bahwa semua itu bisa terjadi hanya karena kehendak-Nya.

“Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu, ‘Maasya Allah laa quwwata illa billah‘ (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan?” (QS. Al-Kahfi: 39).


Ucapan Subhanallah

Saat mendengar atau melihat hal buruk/jelek, ucapkan Subhanallah sebagai penegasan: “Allah Mahasuci dari keburukan tersebut”.

Dari Abu Hurairah, ia berkata: “Suatu hari aku berjunub dan aku melihat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam berjalan bersama para sahabat, lalu aku menjauhi mereka dan pulang untuk mandi junub. Setelah itu aku datang menemui Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda: ‘Wahai Abu Hurairah, mengapakah engkau malah pergi ketika kami muncul?’ Aku menjawab: ‘Wahai Rasulullah, aku kotor (dalam keadaan junub) dan aku tidak nyaman untuk bertemu kalian dalam keadaan junub. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Subhanallah, sesungguhnya mukmin tidak najis.” (HR. Tirmizi)

“Sesungguhnya mukmin tidak najis” maksudnya, keadaan junub jangan menjadi halangan untuk bertemu sesama Muslim. Dalam Al-Quran, ungkapan Subhanallah digunakan dalam menyucikan Allah dari hal yang tak pantas (hal buruk), misalnya: “Mahasuci Allah dari mempunyai anak, dari apa yang mereka sifatkan, mereka persekutukan”, juga digunakan untuk mengungkapkan keberlepasan diri dari hal menjijikkan semacam syirik.” (QS. 40-41).

Jadi, kesimpulannya, ungkapan Subhanallah dianjurkan setiap kali seseorang melihat sesuatu yang tidak baik, bukan yang baik-baik atau keindahan. Dengan ucapan itu, kita menegaskan bahwa Allah Subahanahu wa Ta’ala Maha Suci dari semua keburukan tersebut.

Masya Allah diucapkan bila seseorang melihat yang indah, indah karena keindahan atas kuasa dan kehendak Allah Ta’ala. Lalu, apakah kita berdosa karena mengucapkan Subhanallah, padahal seharusnya Masya Allah dan sebaliknya? Insyaa Allah tidak. Allah Maha Mengerti maksud perkataan hamba-Nya. Hanya saja, setelah tahu, mari kita ungkapkan dengan tepat antara Subhanallah dan Masya Allah. Wallahu a’lam bish-shawabi.

Sumber: Arrahmah

Prediksi Perang Akhir Zaman Sampai Dengan Kiamat

Prediksi Perang Akhir Zaman Sampai Dengan Kiamat
  1. Perang akhir zaman atau perang dunia ketiga atau al-malhamah al-kubra, nampaknya akan segera dimulai dengan banyak tanda-tandanya, diantaranya perang di Palestina, perang di Suriah dan ditembaknya pesawat Su-24 Rusia oleh pesawat F 16 Turki.
  2. Perang berpusat di Syam dan sekitarnya (Suriah, Palestina, Yordania dan Libanon). Sesuai diriwayatkan dalam banyak hadits, antara lain, “ Sesungguhnya benteng kaum muslimin di hari malhamah al kubra (perang besar)yaitu di Ghutoh dekat Damaskus, di antara kota-kota terbaik di Syam.” (HR Ahmad, At-Tabrani dan Al-Hakim)
  3. Sejarah nampaknya akan berulang, sebagaimana diabadikan dalam surat ar-Ruum (Lihat surat Ar-Ruum). Awal surat tersebut menceritakan perang antara dua super power Romawi dan Parsia. Rasulullah saw dan sahabatnya lebih cenderung dan mendukung Romawi (Nashrani) karena kedekatan aqidah. Sementara kaum kafir Quraisy mendukung Parsia, karena sama-sama musyrik.
  4. Sesuai dengan Surat Al-Maa-idah 82-85, maka orang-orang Nashrani lebih dekat dengan umat Islam. Bahkan dalam banyak riwayat hadits bangsa Barat akan banyak yang masuk Islam dan memiliki banyak kelebihan.
  5. Perang akhir zaman ini akan terjadi dengan tiga kekuatan besar yaitu blok Barat (Nashrani), blok Timur (musyrik) dan Blok Islam. Blok negara-negara Islam nampaknya akan bersekutu dengan Blok Barat (Nato) melawan Blok Timur.
  6. Blok Barat diantaranya, Amerika, Eropa dan negera-negara muslim, seperti Turki, Arab Saudi, Qatar, Mesir dll. Sedang blok Timur, seperti Rusia, Cina, Iran dll.
  7. Di akhir zaman akan banyak sekali kerusakan, pembunuhan dan fitnah. Fitnah penguasa yang zhalim, seperti Asad di Suriah, As-Sisi di Mesir, fitnah nabi palsu, seperti Mirza Ghulam Ahmad yang membuat agama Ahmadiyah, fitnah ISIS, Syiah, sekulerisme, hedonisme dan puncaknya akan muncul fitnah Dajjal.
  8. Di Palestina dan sekitarnya akan senantiasa ada mujahidin dari umat Islam yang komitmen dengan kebenaran Islam sampai turunnya nabi Isa as sebagai umat nabi Muhammad saw.
  9. Negara-negara Islam di Timur Tengah semakin menguat dan bersatu. Sementara penguasa-penguasa zhalim yang ditopang oleh barat dan atau timur akan jatuh dan dunia Islam akan dikuasai oleh pemerintahan Islam.
  10. Muhammad bin Abdullah dari keturunan Al-Hasan bin Ali. Ra.
  11. Dajjal keluar dari wilayah Timur, Isfahan dibantu 70.000 tentara Yahudi dan bergabung juga 70.000 tentara lain dari Tartar dan Khurasan, berperang melawan umat Islam.
  12. Dajjal yang bermata satu dan terdapat tulisan kafir diantara matanya akan membawa fitnah dan kerusakan yang hebat. Banyak membuat keajaiban, bahkan mengaku Tuhan. Hadits yang diriwayatkan oleh At-Tamim Ad-Dari, kisah paling kuat tentang Dajjal dan tempat diamana sekarang dia berada.
  13. Nabi Isa as turun di menara Putih masjid sebelah timur Damasqus Suriah, mengajak kaum Nasrani masuk Islam, menghancurkan salib dan memimpin perang melawan Dajjal dan Yahudi.
  14. Terjadi perang besar antara umat Islam dengan Yahudi di Palestina, sampai batu dan pohon berbicara kepada umat Islam untuk membunuh Yahudi. Dajjal berhasil di bunuh oleh nabi Isa as di sebuah tempat bernama Lud, dan peperangan dimenangkan oleh umat Islam.
  15. Ya’juj dan Ma’juj keluar berbondong-bondong menyerang umat Islam. Nabi Isa dan umat Islam berdoa dan ya’juj dan Ma’juj binasa.
  16. Khilafah Islam tegak, nabi Isa as akan menjadi pemimpin yang adil dan memimpin dunia untuk beberapa tahun lamanya. Umat Islam dalam keadaan aman dan sejahtera.
  17. Disaat menjelang kiamat juga muncul binatang melata yang dapat berbicara dengan manusia, menjelaskan status manusia, baik yang beriman maupun yang kafir.
  18. Menjelang kiamat, berhembus angin yang mewafatkan semua umat Islam dimana saja mereka berada.
  19. Terjadi kerusakan yang merata di seluruh dunia. Termasuk Mekkah dan Madinah.
  20. Sangkakala hari Kiamat ditiup oleh malaikat, matahari terbit sebelah barat dan mulailah proses kiamat, kerusakan seluruh alam semesta. Kehidupan dunia selesai dan berawal proses kehidupan akhirat. Setiap manusia akan memperoleh balasan sesuai dengan amalnya.
Wallahu a’lam bishawwab

Sumber : www.fimadani.com

Tahapan Hisab Akhirat



Disebabkan Aqidah Islam terbagi dalam 3 bagian,  yaitu :
1.    Aqidah Jamaah
2.    Aqidah Qiyadah
3.    Aqidah Sya’siah

Maka hisab akhirat pun dibagi dalam tiga tahapan yaitu :
1.    Hisab jamaah
Yaitu diusirnya atau dipisahkannya antara golongan Islam dan Non Islam

dan (Dikatakan kepada orang-orang kafir): "Berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, Hai orang-orang yang berbuat jahat. Qs. Yaasin : 56

Yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup sangsakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok. Qs. An Naba : 18

2.    Hisab Qiyadah
Yaitu dipanggilnya setiap umat dengan rasul (pimpinan) nya masing-masing dan diberikannya kitab amalan.

(ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan Barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya Maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun. Qs. Al Israa : 71

dan (ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan dari tiap-tiap umat seorang saksi (rasul), kemudian tidak diizinkan kepada orang-orang yang kafir (untuk membela diri) dan tidak (pula) mereka dibolehkan meminta ma'af. Qs. An Nahl : 84

3.    Hisab Sya’siah
Yaitu hisab perilaku masing-masing individu

pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya. Qs. Ali Imran : 30






Diberdayakan oleh Blogger.